Minggu, 07 Juni 2009

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATERI BANGUN YANG SIMETRIS DAN PENCERMINAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI SD NEGERI 13 PALEMBANG

Pengembangan Perangkat Pembelajaran materi bANGUN YANG SIMETRIS DAN PENCERMINAN dengan Pendekatan Matematika Realistik di sd negeri 13 Palembang

Pendahuluan

Di dalam proses belajar mengajar dikembangkan berbagai komponen pendekatan dan metode pengajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran. Keberhasilan siswa dalam belajar baik dalam suatu mata pelajaran maupun pendidikan pada umumnya merupakan tujuan utama dalam proses balajar. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional pun telah merancang dan menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai penyempurnaan proses dan pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 yang penerapannya dimulai pada tahun pelajaran 2006/2007. Dalam KTSP sekolah diberi peluang untuk menyusun kurikulum sendiri dengan tetap mengacu pada standar isi (SI) dan standar kompetensi kelulusan (SKL) yang telah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Salah satu SKL satuan pendidikan Sekolah Dasar adalah siswa dapat menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif sekaligus dapat menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis, dan kreatif. Selain itu juga di sebutkan bahwa siswa diharapkan menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan kita terampil berpikir rasional. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam SKL tersebut termaktub juga menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal, yang biasanya menjadi salah satu ciri kecerdasan spasial. SKL ini tidak harus dicapai melalui pembelajaran mata pelajaran estetika, tetapi dapat pula dicapai melalui pembelajaran lain termasuk matematika.

Salah satu masalah mendasar dalam pendidikan di Indonesia adalah masih rendahnya motivasi dan prestasi dalam belajar matematika (Zulkardi, 2005). Tentu saja hal ini sangat jauh dari tujuan pembelajaran matematika yaitu pengelolaan pembelajaran matematika di sekolah dapat bermakna dan dapat membuat siswa mampu menerapkan pengetahuan matematikanya dalam kehidupan sehari-hari dan bidang lainnya, terampil dalam menyelesaikan masalah baik dalam bidang matematika maupun bidang lain yang terkait,serta mampu mengembangkan daya nalar siswa.

Ada banyak cara untuk mewujudkan tujuan pembelajaran metematika tersebut. Salah satunya adalah mengelola kegiatan pembelajaran matematika secara kontekstual atau realistik. Hadi,S (2005) mengemukakan bahwa salah satu upaya untuk mereformasi pendidikan matematika di Indonesia adalah melalui pengembangan dan implementasi Pendidikan Matematika Realistik (PMR). PMR adalah suatu teori pemebelajaran matematika yang telah dikembangkan di Belanda sejak awal 70-an, yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa (Zulkardi, 2005). Penggagas PMR ini adalah Hans Freudenthal dari Belanda yang menyatakan bahwa matematika merupakan kegiatan manusia yang lebih menekankan aktivitas siswa mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan sehingga pembelajaran menjadi terpusat pada siswa. Menurut Bron (dalam Saragih, 2007) masalah kontekstual dalam PMR digunakan sejak awal pembelajaran dan digunakan terus untuk membangun pemahaman siswa. Pada PMR, proses penyelesaian soal kontekstual dilakukan dengan menggunakan model yang berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan matematika tidak formal dan matematika formal dari siswa (Saragih, 2007). Terciptanya keragaman pemodelan dari suatu soal kontekstual dalam PMRI sangat penting bagi guru untuk mengetahui kemampuan siswa menemukan hubungan bagian-bagian masalah kontekstual melalui peskemaan, perumusan , dan penvisualan

PMR diberlakukan dalam setiap pokok bahasan pada setiap tingkat sekolah dan kelas termasuk di dalamnya pokok bahasan Bangun yang simetris dan bangun yang tidak simetris serta pencerminan. Oleh karena itu penulis mencoba mendesain perangkat pembelajaran berupa lembar aktivitas siswa (LAS).

Teori Belajar Yang Relevan

Pendekatan Matematika Realistik

Realistic Mathematics Education (RME) atau Pendekatan Matemetika Realistik (PMR) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Suharta, 2005).

Pembelajaran Matematika Realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi.

Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertikal, pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik, emperistik, strukturalistik, dan realistik. Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih kompleks). Dalam pendekatan ini manusia dianggap sebagai mesin. Kedua jenis matematisasi tidak digunakan. Pendekatan emperistik adalah suatu pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi horisontal. Pendekatan strukturalistik merupakan pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika (Suharta, 2005).

Menurut Gravemeijer (1994), terdapat tiga prinsip utama dalam pendekatan matematika realistik yaitu:

(a) Guided Reinvention and Progressive Mathematization (Penemuan terbimbing dan Bermatematika secara Progressif)

Prinsip Penemuan terbimbing dimaksudkan, siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual yang sudah dikenal siswa. Bermatematika secara progressif dimaksudkan bermatematika secara horizontal dan vertikal. Matematika secara horizontal, siswa diharapkan mampu mengidentifikasi soal kontekstual sehingga dapat ditransfer ke dalam soal bentuk matematika berupa model, diagram, tabel (model informal) untuk lebih dipahami. Sedangkan matematika vertikal, siswa menyelesaikan bentuk matematika formal atau non formal dari soal kontekstual dengan menggunakan konsep, operasi dan prosedur matematika yang berlaku.

(b) Didactical Phenomenology (Fenomena Pembelajaran)

Prinsip fenomena pembelajaran menekankan pada pentingnya soal kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa dengan mempertimbangkan kecocokan aplikasi konteks dalam pembelajaran dan kecocokan dampak dalam proses penemuan kembali bentuk dan model matematika dari soal kontekstual tersebut.

(c) Self-developed Models (Pengembangan Model Mandiri).

Prinsip pengembangan model mandiri berfungsi untuk menjembatani antara pengetahuan matematika non formal dengan formal dari siswa. Model matematika dimunculkan dan dikembangkan secara mandiri berdasarkan model-model matematika yang telah diketahui siswa. Diawali dengan soal kontekstual dari situasi nyata yang sudah dikenal siswa kemudian ditemukan model dari (model of) dari situasi tersebut (bentuk informal) dan kemudian diikuti dengan penemuan model untuk (model for) dari bentuk tersebut (bentuk formal), hingga mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk pengetahuan matematika yang standar.

Sesuai dengan ketiga prinsip di atas, menurut de Lange (dalam Zulkardi, 2005) landasan yang digunakan dalam PMR perlu memperhatikan lima kateristik, yakni:

1. Menggunakan masalah kontektual (sebagai aplikasi dan titik tolak darimana matematika yang diinginkan dapat muncul)

2. menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal (perhatian diarahkan pada pengembangan model, skema, dan simbolisasi daripada hanya mentransfer rumus atau matematika formal secara langsung)

3. menggunakan kontribusi murid (kontribusi yang besar pada proses belajar mengajara diharapkan dari kontribusi siswa sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka ke arah yang lebih formal atau standar)

4. interaktivitas (negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperasi, dan evaluasi sesama siswa dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar mengajar secara konstruktif diaman strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk mencapai formal)

5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (pendekatan holistik, menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah tetapi keterkaitan dan keintegrasian harus dieksploitasi dalam pemecahan masalah

Teori konstruktivisme

Konsep belajar konstruktivis didasarkan kepada kerja akademik para ahli psikologi dan peneliti yang peduli dengan konstruktivisme. Para ahli konstruktivisme bahwa ketika para siswa mencoba menyelesaikan tugas-tugas di kelas, maka pengetahuan dikonstruksi secara aktif. Para ahli konstuktivis yang lain mengatakan bahwa dari perspektifnya konstruktivis, belajar matematika bukanlah suatu proses “pengepakan” pengetahuan melainkan mengorganisir aktivitas , dimana kegiatan ini di interpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berfikir konseptual. Menurut Cobb dalam Suherman (2001:71) bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.

Para ahli konstruktivis setuju bahwa belajar matematika manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja. Lebih jauh lagi para ahli konstruktivis merekomendasikan untuk menyediakan lingkungan belajar dimana siswa dapat mencapai konsep dasar, keterampilan algoritma dan kebiasaan bekerja sama dan refleksi. Dalam kaitannya dengan belajar, Cobb dkk dalam suherman (2001:72) menguraikan bahwa belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif dimana siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka berpartisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas. Menurut paham konstruktivisme peranan guru bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan-pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan mereka untuk membentuk (mengkonstruksi) pengetahuan matematika sehingga diperoleh struktur matematika. Sedangkan dalam paradigma tradisional, guru mendominasi pembelajaran dan guru senantiasa menjawab dengan segera tentang pertanyaan-pertanyaan siswa.

Implikasi dari uraian di atas menjadikan posisi guru dalam pembelajaran matematika untuk bernegosiasi dengan siswa, bukan memberi jawaban akhir tadi. Negosiasi yang dimaksudkan disini adalah berupa pengajuan pertanyaan kembali, atau pernyataan-pernyataan yang menantang siswa untuk berfikir lebih lanjut yang dapat mendorong mereka sehingga penguasaan konsepnya semakin kuat.

Teori vigotsky

Menurut Vigotsky dalam sugiarto (2003 : 34), interaksi sosial merupakan faktor penting yang memicu perkembangan kognitif seseorang. Sebagai contoh seorang anak berbicara, sebagai akibat dari interaksi dengan orang-orang disekelilingnya, terutama orang yang telah dewasa yaitu orang yang lebih mahir berbicara dari anak tersebut. Interaksi dengan orang lain memberikan rangsangan dan bantuan bagi anak untuk berkembang. Proses mental yang dilakukan atau dialami oleh seorang anak dalam interaksinya dengan orang lain di internalisasi oleh anak dan dengan cara ini kemampuan kognitifnya akan berkembang. Vigotski berpendapat pula bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila si anak belajar secara kooperatif denggan anak-anak laindalam suasana yang mendukung. Dalam bimbingan atau pendampingan seseorang yang lebih mampu atau dewasa misalnya guru.

Bantuan atau support kepada seorang anak dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten dimaksudkan agar anak mampu mengerjakan tugas atau soal yang lebih tinggi kerumuitannya daripada tingkat perkembangan kognitif yang actual dari anak yang bersangkutan. Tugas guru adalah menyediakan atau mengatur lingkungan belajar siswa, serta memberikan dukungan sedemikian hingga bisa berkembang secara maksimal.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : SD negeri 13 Palembang

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/ Semester : IV (empat)/II

Alokasi waktu : 2X35 menit

A. Standar Kompetensi :

Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar.

B. Kompetensi Dasar :

Mengidentifikasi benda-benda dan bangun simetris dan tidak simetris

C. Indikator:

· Mengelompokkan dan memberi contoh bangun datar yang simetris dan tidak simetris.

· Menentukan sumbu simetri suatu bangun datar.

D. Tujuan Pembelajaran:

Setelah melakukan kegiatan ini diharapkan peserta didik mampu:

· Mengelompokkan dan memberi contoh bangun datar simetris dan tidak simetris

· Menentukan sumbu simetri suatu bangun datar.

E. Materi pembelajaran:

· Mengelompokkan dan memberi contoh bangun datar simetris dan tidak simetris

F. Model Pembelajaran:

Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

G. Langkah-langkah Pembelajaran:

Tahap Kegiatan

Kegiatan

Pendahuluan

· Apersepsi

- Mengkondisikan siswa dalam kelompok yang berjumlah 7-8 orang

- Mengingatkan kembali mengenai jenis-jenis bangun datar

· Motivasi

- Penjajakan kesiapan siswa dengan memberikan pertanyaan atau masalah tentang materi yang akan dipelajari siswa.

(waktu ±15 menit)

Inti

· Membimbing siswa mengelompokkan dan memberi contoh bangun- bangun datar yang simetris dan tidak simetris dengan papan berpaku dan kertas lipat.

· Membimbing siswa menentukan sumbu simetri dari suatu benda.

· Membimbing siswa mengerjakan LKS

· Meminta salah satu kelompok untuk melaporkan hasil kerja mereka dan mendiskusikannya bersama kelompok lain.

(waktu 45 menit)

Penutup

· Meminta siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

· Memberikan tugas.

(Waktu 10 menit)

H. Alat dan Sumber:

1. Alat/ media : Papan berpaku, kertas lipat, gunting, pena, pensil dan penggaris.

2. Sumber : Lingkungan, buku paket dan LKS.

I. Penilaian:

1. Teknik Penilaian : Tes tertulis, tes lisan.

2. Bentuk : Uraian.

3. Soal-soal : Terlampir.

Palembang, 28 April 2009

Mengetahui/Menyetujui,

Guru , Kepala Sekolah

Nopiyanti, S.Pd Asmiati,A.ma Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : SD negeri 13 Palembang

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/ Semester : IV (empat)/II

Alokasi waktu : 2X35 menit

A. Standar Kompetensi :

Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar.

B. Kompetensi Dasar :

Menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar.

C. Indikator:

Menggambar cerminan dari bangun datar sederhana.

D. Tujuan Pembelajaran:

Setelah melakukan kegiatan ini diharapkan peserta didik mampu:

· Menggambar cerminan dari bangun datar sederhana.

E. Materi pembelajaran:

· Menggambar cerminan dari bangun datar sederhana.

F. Model Pembelajaran:

Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

G. Langkah-langkah Pembelajaran:

Tahap Kegiatan

Kegiatan

Pendahuluan

· Apersepsi

- Mengkondisikan siswa dalam kelompok yang berjumlah 7-8 orang

- Mengingatkan kembali tentang sumbu simetri.

· Motivasi

- Penjajakan kesiapan siswa dengan memberikan pertanyaan atau masalah tentang materi yang akan dipelajari siswa.

(waktu ±15 menit)

Inti

· Membimbing siswa menggambar cerminan dari bangun sederhana terhadap sumbu datar, tegak dan miring dengan kertas lipat.

· Membimbing siswa mengerjakan LKS

· Meminta salah satu kelompok untuk melaporkan hasil kerja mereka dan mendiskusikannya bersama kelompok lain.

(waktu 45 menit)

Penutup

· Meminta siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

· Memberikan tugas.

(Waktu 10 menit)

H. Alat dan Sumber:

1. Alat/ media : Kertas lipat, gunting, pena, pensil dan penggaris.

2. Sumber : Lingkungan, buku paket dan LKS.

I. Penilaian:

1. Teknik Penilaian : Tes tertulis, tes lisan.

2. Bentuk : Uraian.

3. Soal-soal : Terlampir.

Palembang, 29 April 2009

Mengetahui/Menyetujui,

Guru, Kepala Sekolah

Nopiyanti, S.Pd Asmiati,A.ma Pd

1 komentar:

  1. Terimakasih membantu sekali cukup dijadikan untuk bahan referensi

    BalasHapus