Minggu, 07 Juni 2009

Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan PMRI pada Materi Perkalian

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN

PENDEKATAN PMRI PADA MATERI PERKALIAN

KELAS II B SD KARTIKA II-2 PALEMBANG

1.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Akibatnya prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) melaporkan bahwa rata-rata skor matematika siswa tingkat 8 (tingkat II SLTP) Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional dan berada pada ranking 34 dari 38 negara (TIMSS,1999). Rendahnya prestasi matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara luas dalam matematika.

Selain itu belajar matematika siswa belum bermakna sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah. Kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan nyata. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna (Soedjadi, 2000; Price,1996; Zamroni, 2000).

Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika. Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran matematika di kelas ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Selain itu, perlu menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain sangat penting dilakukan.

Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) atau dikenal dengan RME (Realistic Matematics Education). Karakteristik PMRI/RME adalah menggunakan konteks “dunia nyata”. Pembelajaran Matematika Realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika. Dengan demikian, Pembelajaran Matematika Realistik akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi terhadap pengertian / pemahaman siswa.

Berdasarkan hal diatas maka penulis mencoba melakukan observasi di SD Kartika II-2. Dari hasil observasi tersebut ternyata sebagian besar guru masih mengajar dengan cara konvensional. Kemudian penulis menanyakan apakah sudah pernah mengajarkan matematika dengan pendekatan PMRI? Ternyata jawaban dari sebagian guru belum. Untuk itu penulis berkeinginan mencoba membuat perangkat pembelajaran PMRI dan mempraktekkannya di kelas II/B SD Kartika II-2 untuk materi perkalian. Alasan penulis mengambil materi perkalian adalah disesuaikan dengan materi yang akan dibahas di kelas tersebut. Menurut penjelasan dari salah satu guru yang mengajar di kelas tersebut biasanya mereka mengajarkan perkalian dengan cara anak diminta menghafalkan perkalian dari perkalian 1 sampai perkalian 10 tanpa diberikan konsep perkalian dengan benda nyata. Menurut penulis dengan hafalan maka belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep perkalian masih sangat lemah. Dalam praktek pembelajaran ini penulis menggunakan benda nyata berupa kelereng dan mangkok kecil. Alasan penggunaan kelereng dikarenakan sekarang anak-anak sedang gemar permainan kelereng. Jadi harapan penulis dengan adanya kelereng anak lebih antusias dalam proses pembelajaran ini.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana aktivitas belajar siswa kelas II B SD Kartika II-2 Palembang dalam pembelajaran matematika pokok bahasan perkalian dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aktivitas belajar siswa kelas II B SD Kartika II-2 Palembang dalam pembelajaran matematika pada materi Perkalian dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Bagi siswa, untuk meningkatkan motivasi belajar dan memantapkan konsep terutama pada pelajaran matematika.

2. Bagi guru, sebagai informasi tentang pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan keprofesionalan guru dalam pembelajaran.

3. Bagi sekolah tempat penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan dan penyempurnaan program pengajaran matematika di sekolah dan berimplikasi pada peningkatan mutu sekolah.

4. Bagi peneliti, untuk memperoleh pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan PMRI.

2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Realistic Mathematics Education (RME) / PMR

Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah RME atau Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). PMR pertama kali dikembangkan dan dilaksanakan di Belanda dan dipandang sangat berhasil untuk mengembangkan pengertian siswa.

Realistic Mathematics Education (RME) atau merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar, 2000). Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi.

B. Prinsip Utama Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Sebelum kita melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan PMR, maka kita seharusnya memahami prinsip-prinsip PMR. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang kita lakukan sesuai dengan prinsip-prinsip PMR. Menurut Gravemeijer (1994), terdapat tiga prinsip utama dalam pendekatan PMR yaitu:

(a) Guided Reinvention and Progressive Mathematization (Penemuan terbimbing dan bermatematika secara progressif)

Prinsip Penemuan terbimbing dimaksudkan, siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual yang sudah dikenal siswa. Bermatematika secara progressif dimaksudkan bermatematika secara horizontal dan vertikal. Matematika secara horizontal, siswa diharapkan mampu mengidentifikasi soal kontekstual sehingga dapat ditransfer ke dalam soal bentuk matematika berupa model, diagram, tabel (model informal) untuk lebih dipahami. Sedangkan matematika vertikal, siswa menyelesaikan bentuk matematika formal atau non formal dari soal kontekstual dengan menggunakan konsep, operasi dan prosedur matematika yang berlaku.

(b) Didactical Phenomenology (Fenomena Pembelajaran)

Prinsip fenomena pembelajaran menekankan pada pentingnya soal kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa dengan mempertimbangkan kecocokan aplikasi konteks dalam pembelajaran dan kecocokan dampak dalam proses penemuan kembali bentuk dan model matematika dari soal kontekstual tersebut.

(c) Self-developed Models (Pengembangan Model Mandiri).

Prinsip pengembangan model mandiri berfungsi untuk menjembatani antara pengetahuan matematika non formal dengan formal dari siswa. Model matematika dimunculkan dan dikembangkan secara mandiri berdasarkan model-model matematika yang telah diketahui siswa. Diawali dengan soal kontekstual dari situasi nyata yang sudah dikenal siswa kemudian ditemukan model dari (model of) dari situasi tersebut (bentuk informal) dan kemudian diikuti dengan penemuan model untuk (model for) dari bentuk tersebut (bentuk formal), hingga mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk pengetahuan matematika yang standar.

C. Karakteristik PMRI

Menurut Jan de Lange (1987); Treffers (1991); dan Gravemeijer (1994) dalam Zulkardi (2005:9) PMRI mempunyai lima karakteristik yaitu sebagai berikut:

1. Menggunakan masalah kontekstual (masalah kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang diinginkan dapat muncul).

2. Menggunakan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal atau rumus. (Perhatian diarahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi daripada hanya mentransfer rumus atau matematika secara langsung).

3. Menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa (Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari kontribusi siswa sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal kearah yang lebih formal).

4. Interaktivitas (negoisasi secara eksplisit, intervensi, kooperatif dan evaluasi ealis siswa dan guru adalah ealis penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal).

5. Terintegrasi dengan eali pembelajaran lainnya (Pendekatan holistic, menunjukan bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah tetapi keterkaitan dan keterintegrasian harus dieksploitasi.

D. Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran

Dalam mendesain materi, terdapat proses evaluasi terhadap materi yang akan diberikan kepada siswa dalam proses pembelajaran sehingga perlu dilakukan uji coba. Dalam uji coba tersebut, akan diamati aktivitas siswa. Hasil pengamatan tersebut akan digunakan sebagai masukan dalam merevisi materi yang telah dibuat.

Pada hakikatnya proses kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Proses tersebut dapat merupakan serangkaian aktivitas. Oleh karena itu, tidak ada proses pembelajaran yang tidak mengembangkan aktivitas belajar siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar siswa selalu terjadi dalam setiap pembelajaran. Pentingnya aktivitas belajar dikemukan oleh John Dewey dalam Dimyati (2002:46) dengan “learning by doing”-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru hanya bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator.

Menurut Uzer Usman (2000:22), aktivitas belajar meliputi :

a) Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksprimen, dan demontrasi.

b) Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, dan menyanyi.

c) Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, dan pengarahan.

d) Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis.

KEGIATAN BELAJAR DI KELAS II/B

SD KARTIKA II-2 PALEMBANG

3. PELAKSANAAN PENELITIAN

Tahap Pelaksanaan Pembelajaran :

A. Tahap Persiapan

Sebelum kegiatan pembelajaran di kelas maka penulis melakukan persiapan, antara lain menyiapkan :

1. Pembuatan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

2. Pembuatan LKS (Lembar Kerja Siswa)

3. Alat bantu pembelajaran berupa kelereng dan mangkok kecil

B. Kegiatan Pembelajaran

1. Kegiatan Awal

- Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yaitu belajar tentang perkalian.

- Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa.

- Masing-masing kelompok diberikan 30 kelereng dan 10 mangkok

2. Kegiatan Inti

- Masing-masing kelompok diberikan LKS I ( LKS terlampir ).

- Guru meminta masing-masing kelompok untuk mengerjakan soal nomor 1 dan 2 yang ada di LKS I dengan bantuan kelereng dan mangkok menurut cara mereka masing-masing.

- Guru berkeliling sambil mengamati kerja siswa dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan.

- Siswa diminta mempresentasikan hasil pekerjaannya di papan tulis.

- Guru dan siswa yang lain mengoreksi hasil pekerjaan siswa di papan tulis.

- Selanjutnya guru menanyakan apakah ada yang menjawab dengan cara lain.

- Jika ada siswa yang mempunyai cara lain dalam menjawab soal tersebut maka guru mempersilahkan siswa tersebut untuk mempresentasikan jawabannya di papan tulis.

- Kemudian siswa secara berkelompok diminta mengerjakan soal- soal berikutnya pada LKS II.




3. Kegiatan Penutup

1. Guru dan siswa secara interaktif menyimpulkan tentang cara menentukan hasil perkalian dua bilangan. Kesimpulan diikuti contoh.

Kesimpulan : Konsep Perkalian merupakan penjumlahan berulang

Contoh: 3 x 5 = 5 + 5 + 5 = 15

5 x 3 = 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 15

2. Untuk selanjutnya apabila siswa sudah memahami konsep perkalian maka siswa diberikan soal yang bervariasi untuk dikerjakan di rumah (PR).

D. PENILAIAN

Penilaian dilakukan dengan mengamati :

1. Proses kerja siswa dalam kelompok ( keaktifan siswa).

2. Keberanian siswa dalam mempresentasikan jawabannya di depan kelas.

3. Hasil penilaian jawaban siswa pada LKS I dan II (Nilai siswa).

4. KAITAN PEMBELAJARAN DI ATAS DENGAN KARAKTERISTIK PMRI

Dari pengamatan penulis, proses pembelajaran di atas telah memenuhi karakteristik PMRI. Hal ini dapat dilihat dari :

1. Menggunakan masalah kontekstual. Yaitu dengan diberikannya soal/masalah yang menggambarkan pengalaman sehari-hari yang mungkin pernah dialami oleh siswa itu sendiri. Dan dengan alat berupa benda nyata yang sudah akrab bagi siswa yaitu berupa kelereng dan mangkok kecil.

2. Menggunakan model yang dibuat oleh siswa sendiri yaitu berupa lingkaran besar untuk menyatakan mangkok dan di dalam lingkaran tersebut dibuat lingkaran kecil untuk menyatakan kelereng. Dari model informal ini kemudian diarahkan ke cara formal yaitu dengan menuliskan dalam bentuk penjumlahan dari angka-angka yang berulang.

3. Sebagian besar jawaban siswa sama. Namun ada sebagian lagi yang menjawab dengan cara lain. Jadi karakteristik yang ke 3 sudah nampak dari beragamnya jawaban siswa.

4. Interaksi antara siswa dengan siswa terlihat dari adanya kerja sama antar siswa dalam masing-masing kelompok. Interaksi antara siswa dengan guru terlihat dari adanya siswa yang meminta bimbingan dari guru karena mengalami kesulitan pada saat mengerjakan soal pada LKS.

5. Karakteristik yang kelima terlihat dari adanya keterkaitan antara materi perkalian dengan materi penjumlahan. Menggunakan keterkaitan dalam PMRI adalah penting.

5. KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan di kelas II.B maka peneliti dapat menyimpulkan:

1. Dengan adanya proses mengalami sendiri kegiatan pembelajaran tersebut, maka siswa akan lebih memahami konsep pelajaran.

2. Dengan adanya model (benda) yang sudah dikenal siswa akan lebih membantu siswa dalam memahami konsep, dan lebih memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran.

3. Dengan belajar secara berkelompok, dapat menumbuhkan jiwa sosial dan kebersamaan dalam menyelesaikan suatu masalah dan belajar menghargai pendapat teman.

6. PENUTUP

PMRI memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika berdasarkan pada masalah realistik yang diberikan oleh guru. Situasi realistik dalam masalah memungkinkan siswa menggunakan cara-cara informal untuk menyelesaikan masalah. Cara-cara informal siswa yang merupakan produksi siswa memegang peranan penting dalam penemuan kembali dan pengkonstruksian konsep. Hal ini berarti informasi yang diberikan kepada siswa telah dikaitkan dengan skema anak. Melalui interaksi kelas keterkaitan skema anak akan menjadi lebih kuat sehingga pengertian siswa tentang konsep yang mereka konstruksi sendiri menjadi kuat. Dengan demikian, PMRI akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan membangun pengertian siswa.

LEMBAR KERJA SISWA I

Kerjakan soal berikut :

1. Alvin sangat gemar bermain kelereng. Hampir setiap hari ia membeli 5 buah kelereng. Jika pada hari Senin ia membeli 5 kelereng, hari Selasa membeli 5 kelereng dan hari Rabu membeli 5 kelereng. Berapa jumlah kelereng yang dimiliki oleh Alvin ?

Jawab :

  1. Ada lima orang anak yang sedang bermain kelereng. Masing-masing anak membawa 5 kelereng. Berapa jumlah kelereng seluruhnya?

LEMBAR KERJA SISWA II

I. Tentukan hasil perkalian bilangan berikut ( dengan menggunakan kelereng ) :

  1. 2 x 3 =……..

……… + …......... = ……..

2. 3 X 2 =………











……. + …….. + ……… = ……..

3. 4 X 3 =………














…… + ……… + ………. + ………. = ……..

II. Dengan menggunakan cara seperti di atas (dengan bantuan kelereng) siswa diminta menentukan hasil perkalian bilangan berikut :

  1. 2 x 4 =……….+……….=………

  1. 2 x 5 =……….+……….=………

  1. 2 x 6 =……….+……….=………

  1. 2 x 7 =……….+……….=………

  1. 2 x 8 =……….+………..=………

6. 3 x 3 =………+……….+……….=………

7. 3 x 4 =……….+……….+………=………

8. 3 x 5 =……….+……….+………=………

9. 3 x 6 =……….+………..+………=………

10. 3 x 7 =……….+………..+……….=………

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Sekolah : SD Kartika II-2 Palembang

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas / Semester : II B / 2

Waktu : 2 X 30’ ( 2 jam pelajaran )

Standar Kompetensi : Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka

Kompetensi Dasar : Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya dua angka

Indikator : - Mampu menjumlahkan berulang

- Mampu menghitung perkalian dengan penjumlahan berulang

1. Tujuan Pembelajaran :

Siswa mampu menghitung perkalian dengan cara penjumlahan berulang.

2. Materi Pokok :

Perkalian sebagai penjumlahan berulang

3. Metode Pembelajaran :

Diskusi kelompok

4. Langkah-langkah pembelajaran :

1. Kegiatan Awal :

- Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yaitu belajar tentang perkalian.

-Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa.

-Masing-masing kelompok diberikan 30 kelereng dan 10 mangkok

2. Kegiatan Inti :

-Masing-masing kelompok diberikan LKS I ( LKS terlampir ).

-Guru meminta masing-masing kelompok untuk mengerjakan soal nomor 1 dan 2 yang ada di LKS I dengan bantuan kelereng dan mangkok menurut cara mereka masing-masing.

-Guru berkeliling sambil mengamati kerja siswa dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan.

-Siswa diminta mempresentasikan hasil pekerjaannya di papan tulis.

-Guru dan siswa yang lain mengoreksi hasil pekerjaan siswa di papan tulis.

-Selanjutnya guru menanyakan apakah ada yang menjawab dengan cara lain.

-Jika ada siswa yang mempunyai cara lain dalam menjawab soal tersebut maka guru mempersilahkan siswa tersebut untuk mempresentasikan jawabannya di papan tulis.

-Kemudian siswa secara berkelompok diminta mengerjakan soal- soal berikutnya pada LKS II.

3. Kegiatan Penutup :

1. Guru dan siswa secara interaktif menyimpulkan tentang cara menentukan hasil perkalian dua bilangan. Kesimpulan diikuti contoh.

Jadi 3 x 5 = 5 + 5 + 5 = 15 ( 5 nya ada 3 kali )

5 x 3 = 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 15 ( 3 nya ada 5 kali )

2. Untuk selanjutnya apabila siswa sudah memahami konsep perkalian maka siswa diberikan soal yang bervariasi untuk dikerjakan di rumah (PR).

5. PENILAIAN

Penilaian dilakukan dengan mengamati :

a. Proses kerja siswa dalam kelompok ( keaktifan siswa).

b. Keberanian siswa dalam mempresentasikan jawabannya di depan kelas.

c. Hasil penilaian jawaban siswa pada LKS I dan II (Nilai siswa).







Tidak ada komentar:

Posting Komentar